Penelitian membuktikan bahwa ibu hamil HIV positif berisiko menularkan virus kepada bayi yang dikandungnya sekitar 35 persen. Risiko tersebut terdiri dari risiko selama kehamilan 7 persen, pada waktu pendarahan saat persalinan (per vaginam) 15 persen, serta dari air susu ibu 13 persen. Akan tetapi, risiko itu kini bisa dapat ditekan hingga 1 persen.
Menurut Prof DR dr Samsuridjal Djauzi dariKelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni ibu hamil harus minum obat antiretroviral (ARV), menjalani proses persalinan melalui operasi caesar, dan pemberian susu buatan.
"Kalau ketiga hal itu dilakukan, mungkin risiko yang tadinya 35 persen bisa tinggal hanya 1 persen saja. Jadi hampir dipastikan bayi tidak tertular," katanya saat acara Seminar Media dengan tema 'Upaya Pencegahan dan Pemeriksaan Kasus HIV Perlu Digalakkan', Sabtu, (30/6/2012) kemarin di Jakarta.
Samsuridjal menganjurkan setiap wanita yang merencanakan kehamilan untuk menjalani pemeriksaan tes hepatitis B, HIV, dan beberapa tes lain. Karena semakin dini terdeteksi, risiko penularan virus HIV ke bayi dapat ditekan seminimalkan mungkin.
Ia menambahkan, ibu hamil yang minum ARV dalam jangka waktu lama jumlah virus dalam tubuhnya dapat ditekan serendah mungkin, sehingga risiko penularan melalui kelahiran dan air susu ibu dapat menurun tajam. Itulah sebabnya di negara-negara Afrika yang penggunaan ARV-nya telah berjalan baik, tidak diperlukan operasi dan bayi dapat tetap diberi susu eksklusif.
"Namun dari pengalaman selama saya berpraktik, kebanyakan ibu hamil datang ke rumah sakit sudah hamil besar. Bahkan, ada yang datang ketika mau melahirkan sehingga kesempatan untuk menggunakan ARV menjadi amat pendek," katanya.
Menurut Prof DR dr Samsuridjal Djauzi dariKelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni ibu hamil harus minum obat antiretroviral (ARV), menjalani proses persalinan melalui operasi caesar, dan pemberian susu buatan.
"Kalau ketiga hal itu dilakukan, mungkin risiko yang tadinya 35 persen bisa tinggal hanya 1 persen saja. Jadi hampir dipastikan bayi tidak tertular," katanya saat acara Seminar Media dengan tema 'Upaya Pencegahan dan Pemeriksaan Kasus HIV Perlu Digalakkan', Sabtu, (30/6/2012) kemarin di Jakarta.
Samsuridjal menganjurkan setiap wanita yang merencanakan kehamilan untuk menjalani pemeriksaan tes hepatitis B, HIV, dan beberapa tes lain. Karena semakin dini terdeteksi, risiko penularan virus HIV ke bayi dapat ditekan seminimalkan mungkin.
Ia menambahkan, ibu hamil yang minum ARV dalam jangka waktu lama jumlah virus dalam tubuhnya dapat ditekan serendah mungkin, sehingga risiko penularan melalui kelahiran dan air susu ibu dapat menurun tajam. Itulah sebabnya di negara-negara Afrika yang penggunaan ARV-nya telah berjalan baik, tidak diperlukan operasi dan bayi dapat tetap diberi susu eksklusif.
"Namun dari pengalaman selama saya berpraktik, kebanyakan ibu hamil datang ke rumah sakit sudah hamil besar. Bahkan, ada yang datang ketika mau melahirkan sehingga kesempatan untuk menggunakan ARV menjadi amat pendek," katanya.
Menurut Samsurdjal, jika seseorang menggunakan obat ARV dengan teratur dan baik, maka dalam dalam kurun waktu 6 bulan jumlah HIV dalam darah menurun bahkan tidak dapat terdeteksi.
Di RSCM, kata Samsuridjal, setiap tahun dilakukan pertolongan 60-70 ibu hamil yang HIV positif. Hasilnya pun sangat memuaskan. Menurut penelitian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, hanya sekitar empat persen bayi yang terinfeksi HIV dari ibu hamil yang menjalani upaya pencegahan.
0 komentar:
Posting Komentar